Harta Gono Gini Dalam Islam – Pengertian, Jenis dan Cara Membaginya

Harta Gono Gini Dalam Islam

Dalam setiap perkara perceraian, ada dua hal yang selalu menjadi fokus utama, yaitu harta benda dan hak asuh anak. Keduanya seringkali menjadi masalah yang terus muncul, meski palu hakim sudah diketuk. Harta Gono Gini Dalam Islam adalah harta bersama yang dimiliki suami istri selama masa perkawinan. Lantas adakah cara menghitung pembagian harta yang saling menguntungkan dalam Islam? Mari datang bersama Islampluss.com untuk melihat pembahasan selengkapnya di bawah ini.

Pelajari tentang Aset Gono Gini (Aset Bersama)

Harta Gono Gini Dalam Islam
Harta Gono Gini Dalam Islam

Harta Gono Gini Dalam Islam adalah harta yang diperoleh selama atau selama perkawinan. Harta tersebut berasal dari uang pasangan.

Selain itu, harta yang dialihkan kepada seseorang melalui pemberian produk atau uang tunai kepada pasangan juga dapat dianggap sebagai harta Gono Gini dalam Islam.

1. Dasar Hukum Pembagian Harta Gono Gini Dalam Islam (Harta Bersama)

1974 Harta yang dibentuk bersama pada masa embrionik, dapat berupa milik bersama atau milik sendiri-sendiri.

Kemudian bagi pasangan muslim, pembagian harta suami akan didasarkan pada Pasal 97 Khi.

Perlu disebutkan bahwa pedoman pembagian harta gono gono hanya berlaku jika tidak ada perjanjian perkawinan yang mengatur adat tersebut.

2. Jenis-Jenis Harta Gono Gini Dalam Islam(Aset Biasa)

Berdasarkan Pasal 35 dan 36 UU Perkawinan, ada 3 macam pembagian harta yang saling menguntungkan:

2. 1. Warisan: Harta selanjutnya adalah harta yang dimiliki setiap orang sebelum akhir hayatnya. Harta bawaan juga termasuk dalam warisan dan hadiah. Oleh karena itu, kepemilikan menjadi milik masing-masing pihak yang menerimanya.

2.2. Aset Terkait Aset: dimiliki pasangannya setelah menikah. Harta tersebut akan diberikan sebagai hadiah, sesuai dengan keinginan atau warisan masing-masing orang.

2.3. Aset Mata Pencaharian Aset: Antisipasi itu bisa terjadi ketika kita saling berupaya. Sama seperti orang kaya menjadi kaya melalui pekerjaan. Dapat dikatakan bahwa harta jenis ini sama dengan harta bersama atau harta benda yang diperoleh kedua belah pihak selama perkawinan.

Status Harta Selama Pernikahan Dalam Islam

Harta Gono Gini Dalam Islam
Harta Gono Gini Dalam Islam

Dalam Islam, tidak semua harga yang diperoleh termasuk dalam harta masyarakat. Hal ini diatur dalam Kompilasi Hukum Islam tentang Harta Perkawinan.

Dalam Pasal 86 disebutkan:

  1. Harta perkawinan pada hakikatnya mencegah tercampurnya harta suami dan istri.
  2. Harta milik istri tetap menjadi miliknya, dan dia mempunyai kendali penuh atas harta tersebut. Demikian pula harta milik suami tetap menjadi miliknya dan dia mempunyai kekuasaan penuh atas harta tersebut.

Pasal 87 menyatakan bahwa:

  1. Harta warisan masing-masing suami istri dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai wasiat atau warisan berada dalam penguasaannya masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan.
  2. Suami istri mempunyai hak penuh untuk melakukan perbuatan hukum terhadap hartanya masing-masing baik berupa hibah, hadiah, sedekah, atau hal-hal lainnya.

Dengan memahami kedua pasal tersebut maka akan jelas bahwa baik suami maupun istri sama-sama mempunyai hak penuh atas harta benda yang dimilikinya, baik sebelum, selama, maupun sesudah perkawinan.

Adakah Hukum yang Mengatur Properti Harta Gono Gini Dalam Islam?

Harta Gono Gini Dalam Islam
Harta Gono Gini Dalam Islam

Dalam Islam, tidak ada istilah kekayaan yang dikenal masyarakat. Hak isteri atas harta benda selama perkawinan hanya sebatas nafkah yang diberikan suami, bukan seluruh harta suami.

Ketika terjadi perceraian, masing-masing pasangan mempunyai hak masing-masing atas harta benda yang dimilikinya sesuai hukum Islam yang berlaku. Baik istri maupun suami mempunyai hak untuk menuntut dan mengambil alih harta miliknya.

Apabila dalam perkawinan terdapat harta milik bersama yang tidak dimiliki oleh salah satu di antara keduanya, maka ketentuan yang berlaku mengacu pada Pasal 97 UU Perkawinan. Janda atau duda cerai masing-masing berhak atas setengah dari harta bersama, kecuali ditentukan lain. dalam perjanjian pernikahan. Namun keputusan ini tidak mengikat.

Sebenarnya hal ini tidak perlu diperdebatkan, namun pembagian harta bersama dapat dilihat dari beberapa kemungkinan yang ada.

1. Perhitungan Pasti

Jika perhitungan harta diketahui dengan pasti besarnya persentase antara suami dan istri, maka pembagian harta dapat dibagi dengan jelas.

2. Belum Diketahui Secara Pasti

Jika besaran persentasenya tidak diketahui secara pasti maka pembagian harta harus dilakukan melalui sulh (kesepakatan antara suami dan istri setelah musyawarah), ‘urf (adat yang berlaku umum), atau qadha (keputusan ditentukan oleh hakim).

Bilamana ada perkara suami istri telah menyepakati pembagian harta bersama, maka ketentuan KHI tidak berlaku. Namun apabila kedua belah pihak sama-sama ngotot maka keputusan akan ditentukan oleh adat istiadat yang berlaku dan kemudian keputusan hakim apabila tidak ada titik temu.

Dalam memutus perkara, hakim akan melihat kondisi suami istri tersebut. Hal ini bertujuan untuk mengambil keputusan terbaik yang sama-sama menguntungkan kedua belah pihak. Dalam kondisi demikian, hakim diperbolehkan memutus pembagian harta dengan mengacu pada hukum perdata yang berlaku, sepanjang tidak melanggar hukum Islam.

Nantinya, setelah perceraian, istri berhak menerima harta kesejahteraan dari mantan suaminya sesuai dengan keikhlasannya.

“dan bagi wanita yang bercerai (cerai), hendaknya diberikan mut’ah menurut tata cara yang patut sebagai kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa.” Itulah sekilas perhitungan Harta Gono Gini Dalam Islam yang bisa menjadi hikmah.

Peran Notaris dalam Pembagian Harta Gono-Gini

Ubaidillah (2022) menjelaskan bahwa menurut seorang notaris di Kota Tangsel, dalam proses pembuatan akta pindahan harus ada syarat-syaratnya, yaitu persetujuan mantan istri. Sebab legalitas harta benda menjadi hal yang harus diperiksa.

Lebih lanjut Ubaidillah (2022) berpendapat bahwa pemeriksaan tersebut merupakan hak dan kewenangan Notaris. Hal ini tertuang dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris.

Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa pemohon harus mempunyai permohonan formal sebelum melakukan peralihan hak, seperti akta cerai bagi pemohon (jika bercerai), pihak yang meminta pengalihan Akta perubahan nama dalam dokumen jual beli. Notaris perlu melakukan pengecekan secara teliti terutama pengecekan tanggal perolehan harta tersebut.

Notaris di Pamulang berpendapat bahwa pembagian harta bersama atau komunal harus menentukan hukum yang berlaku dan sesuai dengan permasalahan yang ada (Ubaidillah, 2022). Pengadilan agama konsisten dalam menyelesaikan perkara terkait pembagian harta bersama akibat perceraian.

Menurut notaris di Kota Tangsel, konsep pembagian harta bersama setelah perceraian cukup adil (Ubaidillah, 2022). Hal ini tertuang dalam Pasal 97 Kitab Undang-undang Islam yang menjelaskan bahwa suami dan istri mempunyai hak yang sama atas harta benda atau harta bersama.

Dalam pembagian harta yang saling menguntungkan setelah adanya putusan cerai dari Pengadilan Agama, notaris memegang peranan penting. Peran penting tersebut adalah Notaris dapat membuat akta pembagian harta bersama atas permintaan mantan istri dan mantan suami berdasarkan ketentuan Pasal 191 KUHPerdata (Ubaidillah, 2022).

Jika Anda atau kerabat terdekat Anda membutuhkan nasihat tentang pembagian harta perkawinan secara Islami, Kandara Law siap membantu. Kandara Law akan membantu memprioritaskan kebutuhan pelanggan. Silakan gunakan layanan Kandara Law agar kebutuhan hukum Anda terpenuhi secara memuaskan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *