Yin Yang Dalam Islam- Arti keseimbangan dan kedamaian dalam hidup

Yin Yang Dalam Islam

Di tengah hiruk pikuk dunia modern yang semakin kompleks, konsep Yin dan Yang yang dipopulerkan oleh budaya Tiongkok berhasil menarik minat banyak orang. Namun tahukah Anda kalau konsep kerukunan ini juga ada pengertiannya dalam Islam? Lanjutkan membaca dengan islampluss.com untuk mengetahui arti Yin Yang Dalam Islam.

Apa yang dimaksud dengan Yin Yang Dalam Islam? 

Bagi kita yang pernah menonton film Kung Fu Hustle dan Shaolin Soccer yang keduanya dibintangi oleh Stephen Chow. Anda pasti pernah melihat sebuah simbol yang berbentuk bulat dan memiliki warna antara hitam dan putih.

Beberapa orang mungkin belum mengetahui arti dari simbol ini, mengingat simbol tersebut mungkin hanya bagian dari keterampilan kung fu yang digunakan untuk mengalahkan lawan.

Namun jika kita memahami maknanya lebih dalam, ternyata simbol ini memiliki filosofi yang erat kaitannya dengan keseimbangan dan keselarasan dalam hidup. Ya, simbol ini lebih dikenal dengan sebutan Yin Yang Dalam Islam, sebuah konsep dalam filsafat Tiongkok. Seperti yang diketahui secara umum, setiap agama atau sistem kepercayaan mempunyai filosofi tersendiri mengenai kehidupan dan keberadaannya, hal ini juga tidak terlepas dari kepercayaan masyarakat Tionghoa.

Yin Yang Dalam Islam
Yin Yang Dalam Islam

Sebelum berbicara tentang Yin Yang Dalam Islam, ada baiknya kita melihat secara umum kepercayaan masyarakat Tiongkok dalam memahami kehidupan. Dalam kosmologi Tiongkok, kekuatan tertinggi di alam terletak pada langit atau sering disebut dewa langit Tiyan (Dewa), yang sangat dihormati oleh orang Tiongkok, yang dianggap menciptakan segalanya dan menentukan kebahagiaan dan nasib manusia.

Aturan-aturan yang ada di dunia berasal dari langit dan aturan-aturan tersebut harus dipatuhi sepenuhnya oleh manusia. Apabila aturan-aturan tersebut tidak dipatuhi, maka akan terjadi kekacauan di alam, seperti kerusuhan, pemberontakan, pembunuhan, dan sebagainya merupakan contoh dari kekacauan alam.

Menurut kosmologi Tiongkok, semua manusia mempunyai hubungan pribadi yang erat dengan kosmos. Oleh karena itu, manusia dan alam (alam yang lebih luas) dihubungkan oleh Tao. Menurut sebagian orang, Tao sendiri dipahami sebagai filsafat dan ada pula yang memahaminya sebagai agama. Di Tiongkok sendiri, Tao yang dipahami sebagai filsafat disebut Tao Chia, dan Tao yang dipahami sebagai agama disebut Tao Chiao. Chia artinya filsafat dan Chiao artinya agama.

Taoisme sebagai agama muncul di Tiongkok pada abad ke-2 Masehi. Namun, sebelum itu, Taoisme telah diamalkan secara turun-temurun oleh masyarakat Tiongkok sejak Lao-Tse mewariskan ajarannya demi kepentingan orang-orang yang membutuhkannya atau yang haus akan ajaran guru tua yang bijak.

Taoisme adalah salah satu agama tertua di Tiongkok dan ajarannya diambil dari tradisi klasik termasuk Huang-Lao, sebuah tradisi yang diajarkan setelah Huang-Di (kisah raja kuning). Dari Lao-Tse kemudian Taoisme diikuti oleh pengikut setianya pada masa Dinasti Han yang berkuasa di Tiongkok bagian barat (206 SM-24 M) hingga sekarang.

Namun, secara umum orang Tionghoa percaya bahwa segala sesuatu di alam ini ada selaras dengan Tao. Tao diterjemahkan sebagai “jalan” atau “jalan”. Ajaran yang menjadikan alam selaras dengan kehidupan manusia. Sebagai sebuah prinsip, Tao bermula dari keseimbangan, kesatuan harmonis dari unsur-unsur yang berlawanan. Sebagai suatu proses, Tao juga menjadi perubahan yang teratur dan bersiklus, seperti musim panas berubah menjadi musim dingin, dan musim dingin kembali menjadi musim panas.

Yin Yang Dalam Islam
Yin Yang Dalam Islam

Berdasarkan keseimbangan kosmos, orang Tionghoa mengklasifikasikan alam semesta menjadi dua, yaitu Yin Yang Dalam Islam. Seperti yang disarikan dari buku berjudul “Mengenal Lebih Dekat Agama Tao” karya M. Ikhsan Tanggok yang menjadi acuan sebagian besar artikel ini menyebutkan bahwa “Tao melahirkan yang satu dan yang satu melahirkan dua”, apa yang dimaksud? dengan kata “dua” diatas adalah Yin dan Yang (Tanggok, 2006).

Yin Yang Dalam Islam merupakan dua aspek yang berlawanan dan sama-sama mempengaruhi dan mendominasi seluruh aspek kehidupan. Yin itu gelap, pasif, feminin, teduh, basah, dan negatif. Sedangkan Yang cerah, aktif, jantan, panas, kering dan positif.

Dengan interaksi keduanya, lahirlah alam dan seisinya. Mereka saling melengkapi, tetapi hubungan mereka bersifat hierarkis. Yang dimaksud dengan tingkatan ini adalah delapan rangkaian trigram yang terdiri dari tiga garis (trigram) yang menggabungkan garis-garis terpisah Yin (- -) dengan garis-garis Yang (-) yang tidak dapat dipisahkan yang dianggap sebagai kekuatan kosmos.

Masing-masing baris di atas memiliki makna tersendiri terkait dengan keseimbangan kosmos atau alam semesta. Interaksi dua kekuatan kosmik ini menghasilkan evolusi budaya, gagasan, dan sistem. Misalnya heksagram pertama Qian, Tian di sini artinya yang melambangkan langit atau ayah. Yang kedua yaitu Kun atau bumi yang berarti ibu, masing-masing melambangkan langit yang kokoh dan bumi yang reseptif.

Walaupun Yin Yang Dalam Islam merupakan dua aspek yang selalu bertolak belakang, namun jika bersatu akan menjadi harmonis dan saling membutuhkan atau bergantung. Padahal jika dicermati, teori mengenai konsep Yin dan Yang ini selaras dengan Islam. Sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an yang berbunyi; “Dan tanda kebesaran Allah SWT bagi mereka adalah malam, Kami hilangkan siang dari (malam), maka seketika itu juga mereka berada (dalam) kegelapan”

Allah SWT ingin menjelaskan kepada kita bahwa segala sesuatu selalu ditentukan secara seimbang, yaitu dengan menciptakan segala sesuatu secara berpasangan. Lebih jauh lagi, keselarasan antara teori Yin Yang Dalam Islam dengan Islam mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam setiap aspek kehidupan, terutama dalam menciptakan perdamaian, keseimbangan dan keharmonisan.

Salah satunya tentang keadilan melalui surat Al-Ma’idah ayat 8 yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang senantiasa menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan keadilan. kebencianmu terhadap suatu ras mendorongmu untuk bertindak tidak adil. Bersikaplah adil, karena keadilan lebih dekat dengan ketakwaan.” Dari ayat ini jelas bahwa ada prinsip keseimbangan yang diwujudkan melalui sikap adil atau keadilan. Sebab apabila kehidupan tidak didasari oleh keseimbangan keadilan maka ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat menjadi kurang harmonis.

Seperti yang diungkapkan oleh Dom Helder Camara, seorang pejuang perdamaian yang mengemukakan teori bahwa sumber utama kekerasan adalah ketidakadilan. Melalui teori ini, Dom ingin mengatakan hal itu. Pertama, ketika ketidakadilan terjadi di negara-negara terbelakang, Anda akan menemukan bahwa ketidakadilan adalah salah satu bentuk kekerasan. Sebagai gejala yang menimpa individu, kelompok atau negara akibat beroperasinya ketidakadilan sosial.

Kedua, ketika ketidakadilan semakin meluas, maka mendorong munculnya kekerasan baru, yaitu pemberontakan di kalangan masyarakat sipil. Pemberontakan ini mendorong setiap orang yang tertindas, menderita, diasingkan, mengalami dehumanisasi martabat. Tuntutan untuk memperjuangkan dunia yang lebih adil. Dan ketika itu bentuk protes masyarakat semakin keras.

Ketiga, di sinilah muncul kekerasan baru yaitu represi negara/penguasa sebagai bentuk tindakan tertib dan menekan pemberontakan sipil. Maka dari ketiga pola di atas, Dom Helder Camara menyebutnya sebagai “Spiral of Violence”, dimana ketika kekerasan diikuti oleh kekerasan maka dunia akan terjerumus ke dalam spiral kekerasan (Camara, 2000).

Tentunya jika kita bercermin pada konsep teori Yin Yang Dalam Islam, maka kejadian di atas merupakan salah satu bentuk kekacauan atau kekacauan atau ketidakseimbangan dalam suatu sistem bernegara dan masyarakat nasional.

Yin Yang Dalam Islam
Yin Yang Dalam Islam

Maka mempelajari konsep Yin Yang Dalam Islam di tengah bangsa yang masih dipenuhi ketidakadilan demi memenuhi keinginan segelintir orang akan kekayaan dan tahta, mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan yang dapat merusak keseimbangan alam. Serta prasangka buruk terhadap suku, suku, dan agama.

Konsep Yin Yang Dalam Islam dapat dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari untuk menciptakan keselarasan. Seperti yang dilakukan Nabi Muhammad SAW saat membangun kembali Ka’bah.

Menurut Alquran, Ka’bah dibangun oleh Nabi Ibrahim sebagai rumah Tuhan pertama dalam tradisi Monoteistik. Di dalam Ka’bah terdapat batu hitam (Hajar Aswad) yang diyakini sebagai permata dari surga. Sebuah batu yang melambangkan kontrak asli antara Tuhan dan manusia, serta melambangkan bahwa manusia harus hidup selaras dengan kebenaran dan melestarikan dunia.

Pada tahun 605 M, ketika Nabi Muhammad berusia 35 tahun, beliau belum mempunyai kekuasaan politik yang signifikan. Masyarakat Mekah membangun kembali Ka’bah yang sebelumnya rusak akibat banjir. Berbagai marga mulai bekerja sama untuk membangun kembali Ka’bah, hingga kemudian terjadilah perselisihan antara masing-masing marga yang ingin mendapat kehormatan untuk mengangkat batu berharga tersebut dan menempatkannya pada tempatnya.

Kebuntuan tersebut berlangsung selama lima hari dan masing-masing marga bersiap berjuang untuk menyelesaikan konflik tersebut. Kemudian, orang tertua yang hadir menyarankan kepada kelompok yang bertikai agar mengikuti apa yang disarankan oleh orang berikutnya yang memasuki kompleks Ka’bah melalui gerbang “Bab al-Safa”. Dan orang pertama yang masuk melalui gerbang tersebut adalah Nabi Muhammad SAW. Semua orang bergembira karena mengenal Nabi Muhammad sebagai al-amin, yang amanah dan ikhlas. Mereka pun menerima keputusannya.

Yang dilakukan Nabi Muhammad SAW saat itu adalah pertama-tama mendengarkan perkara tersebut, kemudian Nabi Muhammad SAW meminta mereka untuk membawakannya sehelai jubah, yang kemudian beliau tebarkan di tanah. Dia mengeluarkan batu hitam dan meletakkannya di tengah kain. Kemudian beliau bersabda: “Hendaklah masing-masing kaum memegang ujung jubahnya. Lalu, angkat bersama-sama.” Ketika mereka mengangkatnya ke ketinggian yang tepat, Nabi Muhammad mengambil batu itu dan meletakkannya di sudut. Dan pembangunan kembali Ka’bah terus dilakukan hingga selesai.

Dari aksi tersebut kita dapat melihat bahwa nilai-nilai inti cerita ini terlihat pada konsep Yin Yang Dalam Islam. Jadi Nabi Muhammad adalah orang yang berusaha menciptakan keseimbangan dan ketertiban dalam struktur masyarakat saat itu. Dimana beliau dengan sabar mendengarkan terlebih dahulu permasalahan yang terjadi. Kemudian dengan mengajak masing-masing klan untuk memegang ujung jubahnya, ia menekankan arti penting dan martabat masing-masing klan yang bertikai.

Mereka semua setara, sebuah nilai inti yang menghormati kemanusiaan semua kelompok. Dan ketika beliau mengajak mereka untuk angkat jubah bersama-sama, tindakan ini mengandung makna bahwa kehormatan tidak harus diperoleh dengan mengorbankan kehormatan orang lain atau dengan menggunakan kekerasan, tetapi dapat dibagikan secara bersama-sama (Anand, 2015).

Oleh karena itu dengan melihat kembali konsep Yin Yang Dalam Islam. Jadi setidaknya kehidupan yang kita harapkan penuh keadilan, kedamaian dan keharmonisan bisa terwujud tanpa mengorbankan pihak lain yang membuat hidup menjadi tidak harmonis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *